MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK BERTUKAR PASANGAN SEBAGAI UPAYA PEMAHAMAN KONSEP MATERI BAGIAN TUMBUHAN DAN FUNGSINYA BAGI SISWA
MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK BERTUKAR PASANGAN SEBAGAI UPAYA PEMAHAMAN
KONSEP MATERI BAGIAN TUMBUHAN DAN FUNGSINYA BAGI SISWA
ABSTRAK
Tujuan
penelitian ini yaitu : 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan keberadaan keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) Mengembangkan rasa ingin tahu,
sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Waktu penelitian waktu yang
dilakukan peneliti adalah selama 4 bulan, yaitu : pada bulan Agustus sampai
dengan November 2013. Pada bulan Agustus dilakukan peneliti untuk menyusun
proposal, pada bulan September sampai dengan Oktober peneliti melakukan
penyusunan instrumen dan pengumpulan data dengan melakukan tindakan, siklus
kesatu dan kedua dilanjutkan dengan menganalisis data, pada bulan November
digunakan peneliti untuk menyusun laporan hasil penelitian. Dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) maka subyek yang dipakai adalah siswa SD.
Pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian siswaSD, saat proses pembelajaran mata pelajaran matematika berlangsung
materi tentang bagian tumbuhan dan fungsinya peneliti masih menggunakan metode
ceramah. Pada siklus
I melakukan perubahan metode pembelajaran yaitu menggunakan metode bertukar
pasangan. Melalui metode kooperatif teknik bertukar
pasangan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan
belajar menurut model pembelajaran teknik bertukar pasangan ini bukan
semata-mata ditentukan oleh individual secarah utuh, melainkan perolehan
belajar secara besama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang
berstruktur dengan baik. Pada Siklus II dilakukan tindakan dengan
menggunakan ensiklopedia tentang penjelasan ciri-ciri akar, batang, daun hijau
sebagai alat peraga untuk menghidupkan perhatian dan imajinasi siswa. Perolehan rata-rata hasil belajar pada kondisi awal hanya 62 %
dan setelah dilakukan tindakan perbaikan melalui Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) maka pada siklus I rata-rata hasil belajar IPA menjadi 74 %, sedangkan
yang menggembirakan lagi adalah pada siklus II yaitu diperoleh hasil akhir
rata-ratanya menjadi 83 %.
Kata
kunci : Materi Bagian Timbuhan dan
Fungsinya, Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Bertukar Pasangan.
PENDAHULAN
Di dalam proses belajar-mengajar, kegiatan interaksi antara
guru dan siswa merupakan kegiatan cukup dominan. Kemudian di dalam kegiatan
interaksi antara guru dan siswa dalam rangka ”transfer of values” akan senantiasa menuntut komponen yang serasi
antara komponen-komponen yang ada pada kegiatan proses belajar-mengajar itu
akan saling menyesuaikan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan belajar bagi
siswa. Jelasnya, proses interaksi antara guru dan siswa tidak semata-mata hanya
tergantung cara atau metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen yang lain
juga akan mempengaruhi keberhasilan interaksi belajar-mengajar tersebut. Proses
belajar mengajar erat sekali hubungannya dengan lingkungan atau suasana dimana
proses belajar itu berlangsung, meskipun hasil belajar dipengaruhi oleh banyak
aspek seperti gaya belajar, fasilitas yang tersedia, situasi dan kondisi kelas.
Hal tersebut menjadi sangat penting karena ketika peserta didik belajar di
ruang kelas, baik lingkungan fisik maupun non fisik kemungkinan mendukung
mereka atau mungkin menggangu mereka, lebih lanjut pengelolaan kelas mempunyai
pengaruh penting terhadap kepuasaan peserta didik, belajar, dan pertumbuhan
atau perkembangan pribadi yang kemudian akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam peningkatan proses belajar
mengajar yang lebih efektif harus terjadi interaksi belajar antara pengajar dan
siswa, sehingga terjadi lingkungan kelas yang kondusif dan menyenangkan.
Penyebab rendahnya partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran tidak bisa hanya dibebankan kepada siswa saja, tetapi pengajar pun
harus ikut bertanggung jawab. Setidaknya ada beberapa faktor penyebab rendahnya
partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar, yakni
: 1) Siswa kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada orang
lain; 2) Siswa
kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri; 3) Siswa belum
terbiasa bersaing menyampaikan pendapat dengan teman yang lain. Mata
pelajaran IPA pada tingkat sekolah dasar pada dasarnya diarahkan agar murid
memiliki penguasaan konsep kehidupan alam dan lingkungan. Pembelajaran IPA
seyogyanya mampu membuat siswa secara aktif mengikuti proses belajar mengajar
di kelas, karena siswa diberikan peluang sebesar-besarnya untuk menemukan
konsep-konsep materi pelajaran di lingkungan sekitar mereka. Melihat kondisi
tersebut, penggunaan metode pembelajaran yang tepat menjadi salah satu
prasyarat utama bagi guru dalam upaya untuk menciptakan suasana belajar murid
secara aktif, sekaligus menyenangkan bagi siswa. Penulis harus memilih model pembelajaran yang tepat agar
pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dalam
hal ini materi tentang bagian tumbuhan dan fungsinya bagi siswa melalui model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup
tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan
nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dilihat
dari latar belakang dan dari hasil analisis masalah yang terjadi dalam pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD tentang materi “Bagian
Tumbuhan dan Fungsinya”, melalui model pembelajaran kooperatif teknik bertukar
pasangan. Penulis merumuskan masalah yang akan menjadi fokus dari perbaikan
pembelajaran, yaitu “Apakah melalui model pembelajaran kooperatif teknik
bertukar pasangan untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi bagian tumbuhan
dan fungsinya bagi siswa?” Berdasarkan
permasalahan yang telah dipaparkan tersebut di atas maka tujuan penelitian ini
yaitu : 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2) Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Manfaat
penelitian ini bagi siswa, guru, dan sekolah adalah : Teknik
bertukar pasangan dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan dapat meningkatkan
daya fikir siswa; Meningkatkan kemampuan guru untuk menciptakan proses pembelajaran
yang efektif dan efisien; Meningkatkan prestasi sekolah yang dapat dilihat dari
peningkatan hasil belajar siswa; Meningkatkan kualitas sekolah melalui
peningkatan kualitas pembelajaran.
LANDASAN
TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
Kimble
(dalam Hergenhahn, 1982) mengemukakan
bahwa perubahan tingkah laku siswa setelah melaksanakan pembelajaran adalah
tingkah laku yang relatif permanen, tingkah laku yang diakibatkan oleh adanya
penguatan praktis.
T. Risqon
(2001:78) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa, yaitu : (1) peran guru dalam membimbing dan mendidik siswa. Keberhasilan
ini sangat dipengaruhi oleh faktor kemandirian profesionalisme seorang guru.
Bila guru masih terbebani oleh masalah-masalah ekonomi dan pribadi, sulit
rasanya untuk menciptakan kondisi profesionalisme tersebut, (2) faktor
lingkungan siswa. Faktor ini dipengaruhi oleh kondisi iklim kompetisi yang
terjadi dalam lingkungan siswa. Bila kebiasaan kompetisi di antara para siswa
tidak tersedia, sangatlah sulit memunculkan bakat dan prestasi siswa. Oleh
karena itu kemauan siswa belajar dan bersaing sangat lemah, (3) faktor kemauan
dari dalam diri siswa. Kemauan ini merupakan faktor yang paling menentukan dari
kedua faktor yang lain. Sebab walaupun para guru sudah bersikap profesional dan
iklim kompetisi antar siswa sudah ada, tetapi kemauan siswa sendiri untuk
belajar dan bersaing masih rendah, sulit untuk meraih prestasi. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi guru dan orang tua untuk membangkitkan kebutuhan
berprestasi dari dalam diri siswa/anaknya.
S. Sukmadinata
(2003:37) menjelaskan bahwa keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari dirinya sendiri (faktor
internal) maupun yang berasal dari luar dirinya atau lingkungannya (faktor
eksternal). Faktor-faktor internal meliputi kesehatan jasmani, kesehatan
rohani, kemampuan intelektual, sosial dan psikomotorik siswa, konsep diri,
kebutuhan akan prestasi serta kondisi afektif siswa. Sedangkan faktor eksternal
menyangkut masalah sarana-prasarana yang tersedia, sumber-sumber belajar, media
belajar, kompetensi guru, hubungan sosial dengan teman dan warga sekolah yang
lain serta dukungan keluarga. Muchtar, dkk (2004:5) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip
pembelajaran dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
sebagai berikut :
1)
Materi pembelajaran
disusun berdasarkan penyesuaian terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi dan
memiliki keterbacaan tinggi agar siswa tidak bosan dalam membacanya.
2)
Pemberian Ilustrasi
Dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada murid dengan
mempergunakan contoh-contoh gambar dari setiap materi belajar dan untuk manarik
minat murid terhadap mata pelajaran ilmu pengetahuan alam.
3)
Aktivitas kegiatan
Merupakan penerapan percobaan-percobaan yang dilakukan siswa baik
individu maupun kelompok yang bertujuan agar siswa memiliki pengalaman nyata
dalam memahami suatu materi pelajaran yang diberikan.
4)
Aktivitas Tugas
Pemberian tugas baik individu maupun kelompok dimaksudkan agar
murid aktif dan dapat memecahkan masalah yang ditemukan.
Yayat Ibayati (2008:34)
menjelaskan Sains adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan
teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis dan dilanjutkan
dengan proses observasi (empiris) secara terus-menerus; merupakan suatu upaya
manusia yang meliputi operasi mental, keterampilan, dan strategi memanipulasi
dan menghitung, yang dapat diuji kembali kebenarannya yang dilandasi dengan
sikap keingintahuan (curiousity), keteguhan hati (courage),
ketekunan (persistence) yang dilakukan oleh individu untuk menyingkap
rahasia alam semesta. Menurut
Amalia Sapriati (2008:16) Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir secara logis sistematis
tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses
ilmiah, seperti pengamatan, penyelidikan, penyusunan hipotesis (dugaan
sementara) yang diikuti pengajuan gagasan-gagasan. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya pengalaman kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan.
Menurut
Udin Winataputra (1994:5) faktor yang mempengaruhi belajar siswa terdiri dari
faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (berada di luar
diri siswa). Faktor internal antara lain: (1) Kecerdasan yaitu kemampuan untuk
berfikir abstrak; (2) Bakat yaitu merupakan kemampuan yang menonjol di bidang
studi tertentu; (3) Minat, minat dapat diartikan sebagai kecenderungan subjek
yang menetap untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan
tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu; (4) Motivasi artinya daya
penggerak di dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu
demi mencapai tujuan tertentu; (5) Perasaan, yang dimaksudkan disini adalah
perasaan momentan dan intensional, Momentan berarti bahwa perasaan timbul pada
saat tertentu, sedangkan intensional berarti bahwa reaksi perasaan diberikan
terhadap sesuatu, seseorang atau situasi tertentu. Pada dasarnya perasaan ini
digolongkan dalam perasaan senang dan perasaan tidak senang. Perasaan senang
akan menimbulkan minat dan membantu mengembangkan sikap positif, sedangkan
perasaan tidak senang tidak membantu mengembangkan sikap yang positif maupun
minat dalam belajar; (6) Sikap yaitu penilaian spontan melalui perasaan
terhadap objek, jika siswa memandang belajar atau bidang studi tertentu sebagai
sesuatu yang sangat bermanfaat baginya maka ia akan memiliki sikap positif, dan
sebaliknya jika siswa memandang itu semua sebagai sesuatu yang tidak berguna
maka ia akan memiliki sikap negatif; (7) Kepribadian, diartikan sebagai
keseluruhan sifat-sifat individual seseorang.
Belajar mempunyai pengertian yang sangat kompleks,
sehingga banyak ahli yang mengemukakan pengertian belajar dengan ungkapan dan
pandangan yang berbeda-beda. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan
seabagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya.
Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi
ilmu pengetahuan yang merupakan sebagai kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya, (Sardiman, 2004). Perubahan
itu dapat berupa suatu hasil yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang
telah diperoleh. Menurut Asep Herry Hernawan (2004:11) Belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala
perubahan perilaku baik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap)
maupun psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman dapat
dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar.
Istilah
hasil belajar dapat diartikan sebagai kemampuan baru sama sekali atau dapat
juga berupa penyempurnaan maupun pengembangan dari suatu kemampuan yang telah
dimiliki seseorang yang diperoleh dari proses
belajar (W.S. Winkel, 1987:38). Dari
pengertian di atas
dapat di simpulkan bahwa ada dua hasil belajar yaitu yang satu
memang dituju sedangkan yang lain tidak,
hasil yang kedua merupakan efek sampingan, sedangkan hasil yang dituju adalah
merupakan kemampuan yang baru, atau bisa penyempurnaan kemampuan yang telah
dimiliki. Hasil belajar dipengaruhi beberapa faktor antara lain : (1) pribadi
siswa, yakni mencakup hal-hal seperti intelegensi, daya kreatifitas, kecepatan
belajar, motivasi belajar, sikap terhadap tugas belajar, kondisi mental dan
fisik; (2) pribadi guru yang mencakup hal seperti sikap kepribadian,
penghayatan nilai-nilai kehidupan (values), daya kreativitas, motivasi
kerja, keahlian dalam penguasaan materi,
gaya memimpin; (3) struktur jaringan hubungan sosial di sekolah yang meliputi
status sosial siswa, interaksi sosial antar siswa dan antara guru dengan siswa,
suasana dalam kelas; (4) sekolah sebagai institusi pendidikan, yang mencakup
disiplin sekolah, pembagian tugas guru, jadwal pelajaran; (5) faktor
situasional meliputi keadaan sosial-ekonomi, sosial-politik, keadaan musim dan
iklim. Seorang guru dapat mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan
alat pengukur yang disebut tes. Menurut Masidjo (1995:38) tes adalah suatu alat
pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja
dalam situasi yang telah diatur secara sistematis dan obyektif oleh guru
sehingga berlaku secara seragam bagi siswa. Serangkaian pertanyaan itu
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan hasil belajar individu dan kelompok.
Melalui jawaban atas serangkaian pertanyaan tersebut akan terungkap berbagai
tingkah laku yang merupakan kemampuan atau hasil belajar siswa. Karena tes itu
dipakai untuk mengukur hasil belajar siswa maka disebut tes belajar siswa. Good
(2000:34) menjelaskan bahwa hasil belajar (achievement)
adalah pencapaian atau kecakapan yang dinampakan dalam suatau keahlian atau
sekumpulan pengetahuan. Hasil belajar dalam bidang akademik dinyatakan sebagai
pengetahuan atau keterampilan yang dicapai dalam mata pelajaran tertentu di
sekolah, biasanya berupa nilai tes atau ujian yang diberikan guru. Menurut Dimyati dan
Mujiono (2003:3) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan menggajar. Hasil belajar adalah suatu penilaian
akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar yang di capai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor
yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang
dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa
besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti
dikemukakan oleh Chark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan (Sudjana, 2004 :24).
Sri
W Anitah (2008:12), menjelaskan proses belajar adalah serangkaian kegiatan
dalam belajar, esensinya yaitu rangkaian aktivitas yang dilakukan siswa dalam
upaya mengubah perilaku yang dilakukan secara sadar melalui interaksi dengan
lingkungan. Salah satu faktor yang dominan untuk mempertimbangkan dalam
melakukan proses belajar adalah pebelajar (siswa) itu sendiri, siswa merupakan
individu yang utuh sekaligus sebagai makhluk sosial yang memiliki potensi yag
berbeda-beda. Perlu dipahami bahwa proses belajar yang baik adalah proses
belajar yang dapat mempelajari suatu kejadian alam, budaya atau sosial. Proses
belajar harus memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan dan mencari
sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip dan generalisasi. Proses
belajar sangat dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi belajar yang digunakan
dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang dituntut dalam mengoptimalkan
seluruh aktivitas siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya. Pelaksanaan
proses belajar harus diawali dengan rasa butuh dari siswa atau
menumbuhkankembangkan rasa butuh dari siswa terhadap substansi materi yang
dipelajarinya.
Menurut Muslimin Ibrahim (2000:10)
pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut
:
1.
Menyampaikan tujuan pembelajaran dan
perlengkapan pembelajaran.
2.
Menyampaikan informasi.
3.
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar.
4.
Membantu siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok.
5.
Evaluasi atau memberikan umpan
balik.
6.
Memberikan penghargaan.
Menurut
Komaruddin (2000) bahwa model
pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat
dipahami sebagai :
(1) Suatu tipe
atau desain;
(2) Suatu
deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses
visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati;
(3) Suatu
sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai
untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek peristiwa;
(4) Suatu desain
yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas
yang disederhanakan;
(5) Suatu
deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner;
(6) Penyajian yang
diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya.
Menurut Roger dan David Jhonson
(Anita Lie 2002:31-34) untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model
pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan sebagai berikut :
1.
Saling ketergantungan positif adalah
sifat yang menunjukkan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam
kelompok secara positif, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran
serta anggota kelompok.
2.
Tanggung jawab perseorangan, yaitu
setiap individu didalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan
masalah dalam kelompok.
3.
Tatap muka yaitu setiap anggota
kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi, karena
hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada pemikiran satu kepala
saja.
4.
Komunikasi antar anggota. unsur ini
menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunukasi.
5.
Evaluasi proses kelompok. waktu
evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok. tetapi bisa
diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali melakukan pembelajaran.
Menurut Anita Lie (2002:12)
pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Sementara itu Hilda Karli dan Oditha R. Hutabarat (2007:113) dalam Slameto (2010) mengatakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran teknik
Bertukar Pasangan dalam penelitian ini adalah salah satu tipe pembelajaran
Kooperatif yang di dalamnya dibentuk kelompok-kelompok yang beranggotakan dua
orang yang dinamakan berpasangan. Pembelajaran teknik bertukar pasangan adalah
anggota kelompok mempunyai tugas masing-masing yakni setiap pasangan
mendapatkan satu pasangan, kemudian guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan
tugas dengan pasangannya. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan
satu pasangan yang lain. Kedua pasangan tersebut saling bertukar pasangan.
Masing-masing pasangan yang baru ini kemudian menanyakan dan mengukuhkan
jawaban mereka. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian
dibagikan kepada pasangan semula. (Anita Lie, 2002:55). Menurut Anita lie
(2008:56) langkah-langkah yang harus dilalui dalam pelaksanaan teknik bertukar
pasangan, yaitu : Setiap siswa mendapatkan satu pasangan, guru memberikan tugas
dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya, setelah tugas selesai, setiap
pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain, Kedua pasangan tersebut
bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang baru ini kemudian saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat
mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan
lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya. Dan model
pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif
yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena
mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui
berpikir rasional (Rustaman et al., 2003:206) dalam Isjoni (2010). Penerapan model pembelajaran
kooperatif teknik bertukar pasangan yaitu proses pembelajaran yang dilakukan
melalui kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2-4 orang yang memiliki
keterampilan yang berbeda, dengan indikator, penyajian kelas, kegiatan
kelompok, evaluasi dan penghargaan kelompok. Untuk
mengatasi masalah tersebut, maka digunakan model pembelajaran. Salah satu model
yang ingin peneliti terapkan adalah model Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik
Bertukar Pasangan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu antara empat sampai enam
orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda, setiap kelompok akan
memperoleh penghargaan jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang
dipersyaratan (Isjoni, 2010). Suharsimi Arikunto (2008) Model
pembelajaran bertukar pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas
cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan
nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya. Langkah-langkah
pembelajarannya :
a)
Siswa
dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya
atau siswa memilih sendiri pasangannya).
b)
Guru
memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
c)
Setelah
selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain
d)
Kedua
pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
e)
Temuan
baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula.
f)
Kesimpulan
dan penutup.
Menurut Yudha M
Saputra & Rudyanto (2005), Langkah-langkah menggunakan teknik mencari pasangan
adalah :
1.
Pendidik menyiapkan beberapa kartu-kartu yang memiliki
pasangan-pasangan baik berupa nomor atau nama menyangkut tema atau sub tema;
2.
Kemudian kartu-kartu tersebut di bagi setiap anak yang
terlebih dahulu telah di acak. Jadi masing-masing anak dapat satu kartu;
3.
Selanjutnya anak mencari pasangannya seperti anak yang
bernomor satu mencari temannya yang memiliki nama atau benda yang bernomor
satu, atau anak yang memiliki tulisan siang mencari pasangan nya yang memegang
kartu yang bertulisan malam, begitu seterusnya;
4.
Setelah masing-masing menemukan pasangan,
guru/pendidiknya meminta semua pasangan untuk membacakan nama kartu atau
melihat gambar yang ada pada kartu yang di pegang masing-masing pasangan
mereka, pada kartu tersebut ada petunjuk kerja.
5.
Anak bermain dengan pasangan sesuai petunjuk yang ada
pada kartu, dibawah bimbingan guru/pendidik.
Menurut Yudha M Saputra & Rudyanto (2005),
Keunggulan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Bertukar Pasangan :
1.
Setiap
siswa termotivasi untuk menguasai materi.
2.
Menghilangkan
kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3.
Mendorong
siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok.
4.
Tercipta
suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran
menempati jam terakhir pun, siswa tetap antusias belajar.
Menurut Yudha M Saputra & Rudyanto (2005), Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Teknik Bertukar Pasangan :
1.
Ada
siswa yang takut di intimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila
kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi) Solusinya, lembar
penilaian tidak diberi nama si penilai.
2.
Ada
siswa yang mengambil jalan pintas, dengan meminta tolong pada temannya untuk
mencarikan jawabnya. Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan
dibantu.
Kerangka Berfikir
Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk memberikan pedoman tahapan pembelajaran
yang diserap siswa. Kondisi Awal adalah hasil belajar siswa SD mata pelajaran IPA materi bagian tumbuhan dan fungsinya, masih di
bawah KKM. Siswa masih terlihat kurang antusias dalam mengikuti
pelajaran, karena peneliti masih menggunakan metode ceramah dalam penyampaian
materi dan dirasa kurang maksimal karena belum ada peningkatan hasil belajar
yang diperoleh siswa. Siklus I dilakukan
perubahan kearah yang lebih baik dengan cara merancang penggunaan model
pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan pada mata pelajaran IPA, dengan harapan menghidupkan perhatian imajinasi sehingga tercipta
suasana kelas yang interaktif dan kondusif antar guru dengan siswa. Prinsip
pembelajaran kooperatif dengan bertukar pasangan untuk pendidikan anak SD dalam
suasana bermain adalah anak di beri kesempatan untuk belajar dengan teman yang
bukan pasangan kelompoknya. Tindak
lanjut pada siklus II didukung alat peraga yang memadai berupa contoh
bentuk-bentuk akar, batang, dan daun dari peneliti (guru). Siswa
mulai termotivasi untuk belajar, siswa secara aktif dan penuh kesungguhan
mengerjakan tugas yang diberikan guru, bila diberi kesempatan untuk
mempresentasikan hasil
kerjanya maka terlihat siswa mulai berani tampil di depan kelas.
METODE PENELITIAN
Dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada semester I Tahun pelajaran 2013/2014 maka
subyek penelitian yang dipakai adalah siswa SD. Sumber
data merupakan rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi,
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi. Teknik
pengumpulan data Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat diperoleh dengan
menggunakan teknik test berupa test tertulis (tes ulangan harian) dan non test
berupa teknik pengamatan/observasi. Teknik yang
digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : Wawancara, Tes, Dokumentasi.
Alat
pengumpulan data dalam teknik test yaitu menggunakan butir-butir soal yang ada
hubungannya dengan materi IPA tentang bagian tumbuhan dan fungsinya.
Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran
kooperatif teknik bertukar pasangan. Data
diperoleh dianalisis dan dideskripsikan sesuai permasalahan, rancangan
pembelajaran kooperatif dan pemberian tugas kerja kelompok dilakukan validasi
oleh teman sejawat dan kepala sekolah digunakan observasi dan angket serta
perolehan hasil belajar siswa digunakan deskripsi kuantitatif.
Penelitian tindakan kelas
secara garis besar terdapat empat tahap.: 1) Perencanaan : Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar
soal, dan mempersiapkan lembar pengamatan; 2) Pelaksanaan : Selama pembelajaran siswa belajar secara individu
sesuai dengan model pembelajaran langsung. 3) Observasi : Pelaksanaan observasi oleh penelitian sebagai
observer yang mengamati dan menilai tindakan guru dan siswa, dengan menggunakan
lembar observasi atau pengamatan; 4) Refleksi
: Kelemahan dan kekurangan dari tindakan diperbaiki pada rencana
selanjutnya.
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Awal
Penyebab
rendahnya partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
tidak bisa hanya dibebankan kepada siswa saja, tetapi pengajar pun harus ikut
bertanggung jawab. Analisis rentang nilai yang diperoleh siswa setelah selesai
mengerjakan soal tes formatif yang telah diberikan guru (peneliti),
Berikut
analisis nilai kondisi awal :
Tabel 1
Analisis
Nilai Kondisi Awal
No
|
Nilai
|
Banyak Siswa
|
Keterangan
|
1
|
95 – 100
|
0
|
Tuntas : 4
Blm Tuntas : 10
|
2
|
85 – 94
|
0
|
|
3
|
75 – 84
|
4
|
|
4
|
65 – 74
|
3
|
|
5
|
55 – 64
|
4
|
|
6
|
45 – 54
|
2
|
|
7
|
35 – 44
|
1
|
|
Jumlah
|
14
|
Refleksi
kondisi awal pembelajaran untuk mata pelajaran IPA materi tentang bagian
tumbuhan dan fungsinya untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2, sebagai
berikut :
Tabel
2
Refleksi
Kondisi Awal
No
|
Uraian
|
Siklus Awal
|
Refleksi
|
1.
|
Proses
Pembelajaran
|
Kurangnya pemahaman
siswa tentang materi bagian tumbuhan dan fungsinya
|
Rendahnya motivasi dan
antusias siswa mengikuti pelajaran IPA
|
2.
|
Hasil
Belajar
|
Nilai Terendah : 40
Nilai Tertinggi : 80
Rata-rata :
62,32
|
Diperlukan usaha
perbaikan peningkatan hasil belajar IPA
|
Hasil
Siklus I
Berdasarkan
analisis nilai tersebut di atas maka masih ada siswa
yang mendapat nilai belum tuntas dengan nilai terendah 60 dan nilai tertinggi
94.29 diperoleh nilai ketuntasan 73 %. Berikut ini dapat dilihat diagram hasil
belajar siklus I yang mengalami peningkatan yang menggembirakan, sebagaimana dapat
dilihat sebagai berikut :
Tabel 3
Analisis Nilai Siklus I
No
|
Nilai
|
Banyak Siswa
|
Keterangan
|
1
|
95 – 100
|
1
|
Tuntas : 6
Blm Tuntas : 8
|
2
|
85 – 94
|
1
|
|
3
|
75 – 84
|
4
|
|
4
|
65 – 74
|
6
|
|
5
|
55 – 64
|
2
|
|
6
|
45 – 54
|
0
|
|
7
|
35 – 44
|
0
|
|
Jumlah
|
14
|
Refleksi
siklus I untuk mata pelajaran IPA materi tentang bagian tumbuhan dan fungsinya
dengan menerapkan model pembelajaran bertukar pasangan maka berpengaruh positif
mempengaruhi perolehan hasil prestasi siswa didik saat mengerjakan ulangan
harian, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4, sebagai berikut :
Tabel
4
Refleksi
Siklus I
No
|
Uraian
|
Siklus I
|
Refleksi
|
1.
|
Proses
Pembelajaran
|
Setelah menggunakan
model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan siswa terlihat
antusias belajar sehingga tercipta suasana interaktif di kelas.
|
Ketepatan pemilihan
model pembelajaran mata pelajaran IPA mampu mempengaruhi hasil belajar siswa.
|
2.
|
Hasil
Belajar
|
Nilai Terendah : 60
Nilai Tertinggi :
94.29
Rata-rata : 74.0821
|
Terjadi peningkatan
rata-rata hasil belajar 12 %
|
Hasil Siklus II
Hasil
belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan dengan dukungan peran aktif
guru (peneliti) dalam menyampaikan materi ajar serta peran orang tua dalam
memberikan motivasi untuk anaknya agar senantiasa belajar, sebagaimana yang
tertera pada tabel 5 berikut ini :
Tabel
5
Analisis Nilai Siklus II
No
|
Nilai
|
Banyak Siswa
|
Keterangan
|
1
|
95 – 100
|
2
|
Tuntas : 11
Blm Tuntas : 8
|
2
|
85 – 94
|
4
|
|
3
|
75 – 84
|
6
|
|
4
|
65 – 74
|
7
|
|
5
|
55 – 64
|
0
|
|
6
|
45 – 54
|
0
|
|
7
|
35 – 44
|
0
|
|
Jumlah
|
14
|
Dalam
refleksi siklus II terjadi peningkatan pada yaitu kemampuan berfikir lebih
cepat bila dibandingkan dengan kondisi awal maupun siklus I, karena pada siklus
II ini didukung dengan penggunaan alat peraga berupa gambar bentuk akar, batang
dan daun sehingga siswa lebih tertarik dan antuasias dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ada tabel 6 sebagai berikut :
Tabel
6
Refleksi
Siklus II
No
|
Uraian
|
Siklus II
|
Refleksi
|
1.
|
Proses Pembelajaran
|
Keberhasilan dalam
perolehan nilai ulangan harian ditunjang dengan pemanfaatan alat peraga
|
Antusias siswa dan
Kemampuan berfikir lebih cepat bila dibandingkan siklus sebelumnya
|
2.
|
Hasil
Belajar
|
Nilai terendah : 65.71
Nilai tertinggi : 100
Rata-rata : 83.26
|
Mengalami peningkatan
nilai rata-rata mata pelajaran IPA
|
Hasil
belajar atau prestasi siswa akan diperoleh setelah siswa menempuh proses atau
pengalaman belajar karena itu merupakan suatu proses kegiatan belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan proses kegiatan belajar mengajar sangat
dipengaruhi oleh alternatif metode mengajar yang digunakan guru. Proses
pembelajaran yang dilakukan di Siklus II telah ditata dan diatur sedemikian
rupa menurut langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya dapat mencapai hasil
yang diharapkan dan kompetensi dasar tercapai secara efektif.
Proses
pembelajaran yang dituntut dalam kurikulum saat ini dipandang sebagai proses
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan seluruh aktivitas siswa berdasarkan
potensi yang dimilikinya. Menilai keberhasilan proses mengajar berarti pula mengetahui
sejauh mana tingkat keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran. Adapun hasil
proses pembelajaran telah dipaparkan, sebagai berikut :
Tabel
7
Hasil
Proses Pembelajaran
No.
|
Uraian
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Kondisi Awal
|
Saat proses
pembelajaran menggunakan metode ceramah, suasana kelas tidak nyaman
|
2.
|
Siklus
I
|
Menggunakan penerapan
model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan dalam menumbuhkan
motivasi dan antusias siswa dalam menghafal kegunaan akar, batang dan bentuk
daun
|
3.
|
Siklus
II
|
Siswa lebih aktif,
kreatif serta termotivasi melakukan kegiatan penugasan dengan didukung alat
peraga berupa ensiklopedia materi tentang struktur dan fungsi akar, batang,
daun.
|
PEMBAHASAN
Sebelum
dilakukan suatu tindakan penelitian metode pembelajaran yang digunakan adalah
pembelajaran konvensional (metode ceramah) dan hal itu dianggap kurang efektif
maka dilakukan inisiatif perubahan ke arah yang lebih baik. Pada umumnya siswa
sekolah dasar masih banyak membutuhkan perhatian karena kurang terfokus dalam
konsentrasi, serta kurang memperhatikan kecepatan dan aktivitas belajar
sehingga hal ini memerlukan kegigihan guru untuk menciptakan proses belajar
yang lebih menarik dan efektif.
Dengan dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) keberhasilan
dalam pembelajaran itu ditunjukan oleh siswa dan guru. Salah satu
keberhasilan dalam pembelajaran adalah faktor kemampuan guru didalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran,
selain itu materi pelajaran hendaknya disajikan dengan cara yang menarik, sehingga rasa
ingin tahu siswa semakin meningkat.
Selama
proses pembelajaran dalam kegiatan Penetian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan
oleh peneliti, dari kondisi awal, Siklus I maupun Siklus II mengalami
peningkatan dari mulai hasil nilai, kreatifitas siswa maupun antusias siswa
mengikuti kegiatan percobaan. Secara psikologi pada Siklus II siswa lebih
percaya diri karena mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru serta adanya
keberanian siswa untuk tampil di depan kelas mempresentasikan hasil kerjanya.
Proses pembelajaran akan terbentuk berdasarkan pandangan dan pemahaman guru
tentang pengertian dan hakikat belajar, agar proses pembelajaran efektif maka
guru harus memahami bahwa tugas dan peranannya dalam mengajar harus berfungsi
sebagai pembimbing, fasilitator dan nara sumber atau pemberi informasi. Proses
pembelajaran yang dituntut dalam kurikulum saat ini dipandang sebagai proses
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan seluruh aktivitas siswa berdasarkan
potensi yang dimilikinya. Dalam pengembangan kreativitas siswa proses
pembelajaran dapat diarahkan supaya siswa melakukan kegiatan kreativitas yang
sesuai dengan tingkat perkembangannya, misalnya memecahkan permasalahan melalui
permainan sehari-hari. Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara,
agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah
tercapai. Dalam hal ini, sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran
selasai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk
memperlihatkan hasil belajar mereka, sebagai umpan balik. Umpan balik ini dapat
dijadikan sebagai bahan masukan untuk kelancaran pelaksanaan pelajaran
selanjutnya.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Penerapan strategi pembelajaran kooperatif teknik bertukar
pasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa ;
2.
Perolehan
rata-rata hasil belajar pada kondisi awal hanya 62 % dan setelah dilakukan
tindakan perbaikan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) maka pada siklus I
rata-rata hasil belajar IPA menjadi 74 %, sedangkan yang menggembirakan lagi
adalah pada siklus II yaitu diperoleh hasil akhur rata-ratanya menjadi 83 %.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengharapkan
kepada pembaca laporan ini untuk meningkatkan pembelajaran khususnya :
1.
Kepada
guru hendaknya berusaha menciptakan kondisi siswa yang
aktif dalam proses belajar mengajar salah satu caranya adalah dengan
memanfaatkan metode dan media secara optomal.
2.
Kepada
siswa diharapkan mempunyai motivasi yang timbul dari diri sendiri sehingga
dapat menumbuhkan kemampuan untuk memahami suatu permasalahan dalam mata
pelajaran IPA yang akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar terutama dalam
pelajaran IPA.
3.
Kepada
petugas perpustakaan sekolah hendaknya menyebarluaskan dan mensosialisasikan
hasil-hasil penelitian yang disimpan di perpustakaan kepada guru maupun siswa.
4.
Disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat mencari pokok bahasan
yang berbeda atau bidang ilmu yang berbeda dalam menggunakan pembelajaran
kooperatif teknik bertukar pasanganuntuk meningkatkan mutu pendidikan dimasa
yang akan datang dan pembelajaran teknik bertukar pasangan dapat dijadikan
salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat diterapkan disekolah
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.
2008. Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Etin Solihatin. 2007. Coopertive
Learning. Jakarta.
Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya:UNESA UNIVERSITY PRESS.
Isjoni. 2010. Cooperative Learning.
Efektif Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung.
Lie, Anita. 2002. Cooperatif
Learning. Jakarta: PT.Grasindi.
Lie, Anita. 2008. Cooperalitive
Learning. Jakarta : PT Grasindo.
Muslimin, Ibrahim. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Unesa. Surabaya.
Nur, Mohamad. 2011. Model
Pembelajaran Kooperatif, edisi kedua. Surabaya:Universitas Negeri
Surabaya Press.
Slameto. 2010. Belajar Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative
Learning teori dan aplikasi PAIKEM. Pustaka
Pelajar. Jakarta.
Yudha M Saputra
& Rudyanto, 2005. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan
Keterampilan Anak Tk. Jakarta:DepDiknas, Dikti, Direktorat P2TK2PT.