Skip to main content

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK BERTUKAR PASANGAN SEBAGAI UPAYA PEMAHAMAN KONSEP MATERI BAGIAN TUMBUHAN DAN FUNGSINYA BAGI SISWA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK BERTUKAR PASANGAN SEBAGAI UPAYA PEMAHAMAN KONSEP MATERI BAGIAN TUMBUHAN DAN FUNGSINYA BAGI SISWA 

 
ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu : 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Waktu penelitian waktu yang dilakukan peneliti adalah selama 4 bulan, yaitu : pada bulan Agustus sampai dengan November 2013. Pada bulan Agustus dilakukan peneliti untuk menyusun proposal, pada bulan September sampai dengan Oktober peneliti melakukan penyusunan instrumen dan pengumpulan data dengan melakukan tindakan, siklus kesatu dan kedua dilanjutkan dengan menganalisis data, pada bulan November digunakan peneliti untuk menyusun laporan hasil penelitian. Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) maka subyek yang dipakai adalah siswa SD.
Pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian siswaSD, saat proses pembelajaran mata pelajaran matematika berlangsung materi tentang bagian tumbuhan dan fungsinya peneliti masih menggunakan metode ceramah. Pada siklus I melakukan perubahan metode pembelajaran yaitu menggunakan metode bertukar pasangan. Melalui metode kooperatif teknik bertukar pasangan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan belajar menurut model pembelajaran teknik bertukar pasangan ini bukan semata-mata ditentukan oleh individual secarah utuh, melainkan perolehan belajar secara besama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang berstruktur dengan baik. Pada Siklus II dilakukan tindakan dengan menggunakan ensiklopedia tentang penjelasan ciri-ciri akar, batang, daun hijau sebagai alat peraga untuk menghidupkan perhatian dan imajinasi siswa. Perolehan rata-rata hasil belajar pada kondisi awal hanya 62 % dan setelah dilakukan tindakan perbaikan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) maka pada siklus I rata-rata hasil belajar IPA menjadi 74 %, sedangkan yang menggembirakan lagi adalah pada siklus II yaitu diperoleh hasil akhir rata-ratanya menjadi 83 %.

Kata kunci : Materi Bagian Timbuhan dan Fungsinya, Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Bertukar Pasangan.

PENDAHULAN
Di dalam proses belajar-mengajar, kegiatan interaksi antara guru dan siswa merupakan kegiatan cukup dominan. Kemudian di dalam kegiatan interaksi antara guru dan siswa dalam rangka ”transfer of values”  akan senantiasa menuntut komponen yang serasi antara komponen-komponen yang ada pada kegiatan proses belajar-mengajar itu akan saling menyesuaikan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan belajar bagi siswa. Jelasnya, proses interaksi antara guru dan siswa tidak semata-mata hanya tergantung cara atau metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen yang lain juga akan mempengaruhi keberhasilan interaksi belajar-mengajar tersebut. Proses belajar mengajar erat sekali hubungannya dengan lingkungan atau suasana dimana proses belajar itu berlangsung, meskipun hasil belajar dipengaruhi oleh banyak aspek seperti gaya belajar, fasilitas yang tersedia, situasi dan kondisi kelas. Hal tersebut menjadi sangat penting karena ketika peserta didik belajar di ruang kelas, baik lingkungan fisik maupun non fisik kemungkinan mendukung mereka atau mungkin menggangu mereka, lebih lanjut pengelolaan kelas mempunyai pengaruh penting terhadap kepuasaan peserta didik, belajar, dan pertumbuhan atau perkembangan pribadi yang kemudian akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam peningkatan proses belajar mengajar yang lebih efektif harus terjadi interaksi belajar antara pengajar dan siswa, sehingga terjadi lingkungan kelas yang kondusif dan menyenangkan. Penyebab rendahnya partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran tidak bisa hanya dibebankan kepada siswa saja, tetapi pengajar pun harus ikut bertanggung jawab. Setidaknya ada beberapa faktor penyebab rendahnya partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar, yakni : 1) Siswa kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain; 2) Siswa kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri; 3) Siswa belum terbiasa bersaing menyampaikan pendapat dengan teman yang lain. Mata pelajaran IPA pada tingkat sekolah dasar pada dasarnya diarahkan agar murid memiliki penguasaan konsep kehidupan alam dan lingkungan. Pembelajaran IPA seyogyanya mampu membuat siswa secara aktif mengikuti proses belajar mengajar di kelas, karena siswa diberikan peluang sebesar-besarnya untuk menemukan konsep-konsep materi pelajaran di lingkungan sekitar mereka. Melihat kondisi tersebut, penggunaan metode pembelajaran yang tepat menjadi salah satu prasyarat utama bagi guru dalam upaya untuk menciptakan suasana belajar murid secara aktif, sekaligus menyenangkan bagi siswa. Penulis harus memilih model pembelajaran yang tepat agar pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dalam hal ini materi tentang bagian tumbuhan dan fungsinya bagi siswa melalui model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dilihat dari latar belakang dan dari hasil analisis masalah yang terjadi dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD tentang materi “Bagian Tumbuhan dan Fungsinya”, melalui model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan. Penulis merumuskan masalah yang akan menjadi fokus dari perbaikan pembelajaran, yaitu “Apakah melalui model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi bagian tumbuhan dan fungsinya bagi siswa?” Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan tersebut di atas maka tujuan penelitian ini yaitu : 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Manfaat penelitian ini bagi siswa, guru, dan sekolah adalah : Teknik bertukar pasangan dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan dapat meningkatkan daya fikir siswa; Meningkatkan kemampuan guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien; Meningkatkan prestasi sekolah yang dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa; Meningkatkan kualitas sekolah melalui peningkatan kualitas pembelajaran.

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
Kimble (dalam Hergenhahn, 1982) mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku siswa setelah melaksanakan pembelajaran adalah tingkah laku yang relatif permanen, tingkah laku yang diakibatkan oleh adanya penguatan praktis.
T. Risqon (2001:78) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu : (1) peran guru dalam membimbing dan mendidik siswa. Keberhasilan ini sangat dipengaruhi oleh faktor kemandirian profesionalisme seorang guru. Bila guru masih terbebani oleh masalah-masalah ekonomi dan pribadi, sulit rasanya untuk menciptakan kondisi profesionalisme tersebut, (2) faktor lingkungan siswa. Faktor ini dipengaruhi oleh kondisi iklim kompetisi yang terjadi dalam lingkungan siswa. Bila kebiasaan kompetisi di antara para siswa tidak tersedia, sangatlah sulit memunculkan bakat dan prestasi siswa. Oleh karena itu kemauan siswa belajar dan bersaing sangat lemah, (3) faktor kemauan dari dalam diri siswa. Kemauan ini merupakan faktor yang paling menentukan dari kedua faktor yang lain. Sebab walaupun para guru sudah bersikap profesional dan iklim kompetisi antar siswa sudah ada, tetapi kemauan siswa sendiri untuk belajar dan bersaing masih rendah, sulit untuk meraih prestasi. Oleh karena itu sangatlah penting bagi guru dan orang tua untuk membangkitkan kebutuhan berprestasi dari dalam diri siswa/anaknya.

S. Sukmadinata (2003:37) menjelaskan bahwa keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari dirinya sendiri (faktor internal) maupun yang berasal dari luar dirinya atau lingkungannya (faktor eksternal). Faktor-faktor internal meliputi kesehatan jasmani, kesehatan rohani, kemampuan intelektual, sosial dan psikomotorik siswa, konsep diri, kebutuhan akan prestasi serta kondisi afektif siswa. Sedangkan faktor eksternal menyangkut masalah sarana-prasarana yang tersedia, sumber-sumber belajar, media belajar, kompetensi guru, hubungan sosial dengan teman dan warga sekolah yang lain serta dukungan keluarga. Muchtar, dkk (2004:5) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar sebagai berikut :
1)    Materi pembelajaran disusun berdasarkan penyesuaian terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi dan memiliki keterbacaan tinggi agar siswa tidak bosan dalam membacanya.
2)    Pemberian Ilustrasi
Dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada murid dengan mempergunakan contoh-contoh gambar dari setiap materi belajar dan untuk manarik minat murid terhadap mata pelajaran ilmu pengetahuan alam.
3)    Aktivitas kegiatan
Merupakan penerapan percobaan-percobaan yang dilakukan siswa baik individu maupun kelompok yang bertujuan agar siswa memiliki pengalaman nyata dalam memahami suatu materi pelajaran yang diberikan.
4)    Aktivitas Tugas
Pemberian tugas baik individu maupun kelompok dimaksudkan agar murid aktif dan dapat memecahkan masalah yang ditemukan.
Yayat Ibayati (2008:34) menjelaskan Sains adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis dan dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara terus-menerus; merupakan suatu upaya manusia yang meliputi operasi mental, keterampilan, dan strategi memanipulasi dan menghitung, yang dapat diuji kembali kebenarannya yang dilandasi dengan sikap keingintahuan (curiousity), keteguhan hati (courage), ketekunan (persistence) yang dilakukan oleh individu untuk menyingkap rahasia alam semesta. Menurut Amalia Sapriati (2008:16) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir secara logis sistematis tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, seperti pengamatan, penyelidikan, penyusunan hipotesis (dugaan sementara) yang diikuti pengajuan gagasan-gagasan. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya pengalaman kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Menurut Udin Winataputra (1994:5) faktor yang mempengaruhi belajar siswa terdiri dari faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (berada di luar diri siswa). Faktor internal antara lain: (1) Kecerdasan yaitu kemampuan untuk berfikir abstrak; (2) Bakat yaitu merupakan kemampuan yang menonjol di bidang studi tertentu; (3) Minat, minat dapat diartikan sebagai kecenderungan subjek yang menetap untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu; (4) Motivasi artinya daya penggerak di dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu; (5) Perasaan, yang dimaksudkan disini adalah perasaan momentan dan intensional, Momentan berarti bahwa perasaan timbul pada saat tertentu, sedangkan intensional berarti bahwa reaksi perasaan diberikan terhadap sesuatu, seseorang atau situasi tertentu. Pada dasarnya perasaan ini digolongkan dalam perasaan senang dan perasaan tidak senang. Perasaan senang akan menimbulkan minat dan membantu mengembangkan sikap positif, sedangkan perasaan tidak senang tidak membantu mengembangkan sikap yang positif maupun minat dalam belajar; (6) Sikap yaitu penilaian spontan melalui perasaan terhadap objek, jika siswa memandang belajar atau bidang studi tertentu sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat baginya maka ia akan memiliki sikap positif, dan sebaliknya jika siswa memandang itu semua sebagai sesuatu yang tidak berguna maka ia akan memiliki sikap negatif; (7) Kepribadian, diartikan sebagai keseluruhan sifat-sifat individual seseorang.

Belajar mempunyai pengertian yang sangat kompleks, sehingga banyak ahli yang mengemukakan pengertian belajar dengan ungkapan dan pandangan yang berbeda-beda. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan seabagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagai kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya, (Sardiman, 2004). Perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh. Menurut Asep Herry Hernawan (2004:11) Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) maupun psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar.
Istilah hasil belajar dapat diartikan sebagai kemampuan baru sama sekali atau dapat juga berupa penyempurnaan maupun pengembangan dari suatu kemampuan yang telah dimiliki seseorang yang diperoleh dari proses  belajar (W.S. Winkel, 1987:38). Dari  pengertian  di  atas  dapat di simpulkan bahwa ada dua hasil belajar yaitu yang satu memang  dituju sedangkan yang lain tidak, hasil yang kedua merupakan efek sampingan, sedangkan hasil yang dituju adalah merupakan kemampuan yang baru, atau bisa penyempurnaan kemampuan yang telah dimiliki. Hasil belajar dipengaruhi beberapa faktor antara lain : (1) pribadi siswa, yakni mencakup hal-hal seperti intelegensi, daya kreatifitas, kecepatan belajar, motivasi belajar, sikap terhadap tugas belajar, kondisi mental dan fisik; (2) pribadi guru yang mencakup hal seperti sikap kepribadian, penghayatan nilai-nilai kehidupan (values), daya kreativitas, motivasi kerja, keahlian dalam penguasaan  materi, gaya memimpin; (3) struktur jaringan hubungan sosial di sekolah yang meliputi status sosial siswa, interaksi sosial antar siswa dan antara guru dengan siswa, suasana dalam kelas; (4) sekolah sebagai institusi pendidikan, yang mencakup disiplin sekolah, pembagian tugas guru, jadwal pelajaran; (5) faktor situasional meliputi keadaan sosial-ekonomi, sosial-politik, keadaan musim dan iklim. Seorang guru dapat mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan alat pengukur yang disebut tes. Menurut Masidjo (1995:38) tes adalah suatu alat pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam situasi yang telah diatur secara sistematis dan obyektif oleh guru sehingga berlaku secara seragam bagi siswa. Serangkaian pertanyaan itu dimaksudkan untuk mengukur kemampuan hasil belajar individu dan kelompok. Melalui jawaban atas serangkaian pertanyaan tersebut akan terungkap berbagai tingkah laku yang merupakan kemampuan atau hasil belajar siswa. Karena tes itu dipakai untuk mengukur hasil belajar siswa maka disebut tes belajar siswa. Good (2000:34) menjelaskan bahwa hasil belajar (achievement) adalah pencapaian atau kecakapan yang dinampakan dalam suatau keahlian atau sekumpulan pengetahuan. Hasil belajar dalam bidang akademik dinyatakan sebagai pengetahuan atau keterampilan yang dicapai dalam mata pelajaran tertentu di sekolah, biasanya berupa nilai tes atau ujian yang diberikan guru. Menurut Dimyati dan Mujiono (2003:3) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan menggajar. Hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar yang di capai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Chark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan (Sudjana, 2004 :24).
Sri W Anitah (2008:12), menjelaskan proses belajar adalah serangkaian kegiatan dalam belajar, esensinya yaitu rangkaian aktivitas yang dilakukan siswa dalam upaya mengubah perilaku yang dilakukan secara sadar melalui interaksi dengan lingkungan. Salah satu faktor yang dominan untuk mempertimbangkan dalam melakukan proses belajar adalah pebelajar (siswa) itu sendiri, siswa merupakan individu yang utuh sekaligus sebagai makhluk sosial yang memiliki potensi yag berbeda-beda. Perlu dipahami bahwa proses belajar yang baik adalah proses belajar yang dapat mempelajari suatu kejadian alam, budaya atau sosial. Proses belajar harus memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan dan mencari sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip dan generalisasi. Proses belajar sangat dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi belajar yang digunakan dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang dituntut dalam mengoptimalkan seluruh aktivitas siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya. Pelaksanaan proses belajar harus diawali dengan rasa butuh dari siswa atau menumbuhkankembangkan rasa butuh dari siswa terhadap substansi materi yang dipelajarinya.
Menurut Muslimin Ibrahim (2000:10) pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.    Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
2.    Menyampaikan informasi.
3.    Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4.    Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
5.    Evaluasi atau memberikan umpan balik.
6.    Memberikan penghargaan.
Menurut Komaruddin (2000) bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai :
(1)  Suatu tipe atau desain;
(2)  Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati;
(3)  Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek peristiwa;
(4)  Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan;
(5)  Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner;
(6)  Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya.
Menurut Roger dan David Jhonson (Anita Lie 2002:31-34) untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan sebagai berikut :
1.    Saling ketergantungan positif adalah sifat yang menunjukkan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran serta anggota kelompok.
2.    Tanggung jawab perseorangan, yaitu setiap individu didalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah dalam kelompok.
3.    Tatap muka yaitu setiap anggota kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi, karena hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada pemikiran satu kepala saja.
4.    Komunikasi antar anggota. unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunukasi.
5.    Evaluasi proses kelompok. waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok. tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali melakukan pembelajaran.
Menurut Anita Lie (2002:12) pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Sementara itu Hilda Karli dan Oditha R. Hutabarat (2007:113) dalam Slameto (2010) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran teknik Bertukar Pasangan dalam penelitian ini adalah salah satu tipe pembelajaran Kooperatif yang di dalamnya dibentuk kelompok-kelompok yang beranggotakan dua orang yang dinamakan berpasangan. Pembelajaran teknik bertukar pasangan adalah anggota kelompok mempunyai tugas masing-masing yakni setiap pasangan mendapatkan satu pasangan, kemudian guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. Kedua pasangan tersebut saling bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang baru ini kemudian menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula. (Anita Lie, 2002:55). Menurut Anita lie (2008:56) langkah-langkah yang harus dilalui dalam pelaksanaan teknik bertukar pasangan, yaitu : Setiap siswa mendapatkan satu pasangan, guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya, setelah tugas selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain, Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya. Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003:206) dalam Isjoni (2010). Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan yaitu proses pembelajaran yang dilakukan melalui kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2-4 orang yang memiliki keterampilan yang berbeda, dengan indikator, penyajian kelas, kegiatan kelompok, evaluasi dan penghargaan kelompok. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka digunakan model pembelajaran. Salah satu model yang ingin peneliti terapkan adalah model Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Bertukar Pasangan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda, setiap kelompok akan memperoleh penghargaan jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratan (Isjoni, 2010). Suharsimi Arikunto (2008) Model pembelajaran bertukar pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya. Langkah-langkah pembelajarannya :
a)    Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
b)    Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
c)    Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain
d)    Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
e)    Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
f)     Kesimpulan dan penutup.
Menurut Yudha M Saputra & Rudyanto (2005), Langkah-langkah menggunakan teknik mencari pasangan adalah :
1.    Pendidik menyiapkan beberapa kartu-kartu yang memiliki pasangan-pasangan baik berupa nomor atau nama menyangkut tema atau sub tema;
2.    Kemudian kartu-kartu tersebut di bagi setiap anak yang terlebih dahulu telah di acak. Jadi masing-masing anak dapat satu kartu;
3.    Selanjutnya anak mencari pasangannya seperti anak yang bernomor satu mencari temannya yang memiliki nama atau benda yang bernomor satu, atau anak yang memiliki tulisan siang mencari pasangan nya yang memegang kartu yang bertulisan malam, begitu seterusnya;
4.    Setelah masing-masing menemukan pasangan, guru/pendidiknya meminta semua pasangan untuk membacakan nama kartu atau melihat gambar yang ada pada kartu yang di pegang masing-masing pasangan mereka, pada kartu tersebut ada petunjuk kerja.
5.    Anak bermain dengan pasangan sesuai petunjuk yang ada pada  kartu, dibawah bimbingan guru/pendidik.
Menurut Yudha M Saputra & Rudyanto (2005), Keunggulan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Bertukar Pasangan :
1.    Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
2.    Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3.    Mendorong siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok.
4.    Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran menempati jam terakhir pun, siswa tetap antusias belajar.
Menurut Yudha M Saputra & Rudyanto (2005), Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Bertukar Pasangan :
1.    Ada siswa yang takut di intimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi) Solusinya, lembar penilaian tidak diberi nama si penilai.
2.    Ada siswa yang mengambil jalan pintas, dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan jawabnya. Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.

Kerangka Berfikir
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk memberikan pedoman tahapan pembelajaran yang diserap siswa. Kondisi Awal adalah hasil belajar siswa SD mata pelajaran IPA materi bagian tumbuhan dan fungsinya, masih di bawah KKM. Siswa masih terlihat kurang antusias dalam mengikuti pelajaran, karena peneliti masih menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi dan dirasa kurang maksimal karena belum ada peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa.  Siklus I dilakukan perubahan kearah yang lebih baik dengan cara merancang penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan pada mata pelajaran IPA, dengan harapan menghidupkan perhatian imajinasi sehingga tercipta suasana kelas yang interaktif dan kondusif antar guru dengan siswa. Prinsip pembelajaran kooperatif dengan bertukar pasangan untuk pendidikan anak SD dalam suasana bermain adalah anak di beri kesempatan untuk belajar dengan teman yang bukan pasangan kelompoknya. Tindak lanjut pada siklus II didukung alat peraga yang memadai berupa contoh bentuk-bentuk akar, batang, dan daun dari peneliti (guru). Siswa mulai termotivasi untuk belajar, siswa secara aktif dan penuh kesungguhan mengerjakan tugas yang diberikan guru, bila diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerjanya maka terlihat siswa mulai berani tampil di depan kelas.


METODE PENELITIAN
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada semester I Tahun pelajaran 2013/2014 maka subyek penelitian yang dipakai adalah siswa SD. Sumber data merupakan rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Teknik pengumpulan data Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat diperoleh dengan menggunakan teknik test berupa test tertulis (tes ulangan harian) dan non test berupa teknik pengamatan/observasi. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : Wawancara, Tes, Dokumentasi.
Alat pengumpulan data dalam teknik test yaitu menggunakan butir-butir soal yang ada hubungannya dengan materi IPA tentang bagian tumbuhan dan fungsinya. Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan. Data diperoleh dianalisis dan dideskripsikan sesuai permasalahan, rancangan pembelajaran kooperatif dan pemberian tugas kerja kelompok dilakukan validasi oleh teman sejawat dan kepala sekolah digunakan observasi dan angket serta perolehan hasil belajar siswa digunakan deskripsi kuantitatif.
Penelitian tindakan kelas secara garis besar terdapat empat tahap.: 1) Perencanaan : Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar soal, dan mempersiapkan lembar pengamatan; 2) Pelaksanaan : Selama pembelajaran siswa belajar secara individu sesuai dengan model pembelajaran langsung. 3) Observasi : Pelaksanaan observasi oleh penelitian sebagai observer yang mengamati dan menilai tindakan guru dan siswa, dengan menggunakan lembar observasi atau pengamatan; 4) Refleksi : Kelemahan dan kekurangan dari tindakan diperbaiki pada rencana selanjutnya.

HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Kondisi Awal
Penyebab rendahnya partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran tidak bisa hanya dibebankan kepada siswa saja, tetapi pengajar pun harus ikut bertanggung jawab. Analisis rentang nilai yang diperoleh siswa setelah selesai mengerjakan soal tes formatif yang telah diberikan guru (peneliti),
Berikut analisis nilai kondisi awal :
Tabel 1
Analisis Nilai Kondisi Awal
No
Nilai
Banyak Siswa
Keterangan
1
95 – 100
0
Tuntas : 4

Blm Tuntas : 10
2
85 – 94
0
3
75 – 84
4
4
65 – 74
3
5
55 – 64
4
6
45 – 54
2
7
35 – 44
1
Jumlah
14

Refleksi kondisi awal pembelajaran untuk mata pelajaran IPA materi tentang bagian tumbuhan dan fungsinya untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2, sebagai berikut :
Tabel 2
Refleksi Kondisi Awal
No
Uraian
Siklus Awal
Refleksi
1.
Proses Pembelajaran
Kurangnya pemahaman siswa tentang materi bagian tumbuhan dan fungsinya
Rendahnya motivasi dan antusias siswa mengikuti pelajaran IPA
2.
Hasil Belajar
Nilai Terendah  : 40
Nilai Tertinggi  : 80
Rata-rata  :  62,32
Diperlukan usaha perbaikan peningkatan hasil belajar IPA

Hasil Siklus I
Berdasarkan analisis nilai tersebut di atas maka masih ada siswa yang mendapat nilai belum tuntas dengan nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 94.29 diperoleh nilai ketuntasan 73 %. Berikut ini dapat dilihat diagram hasil belajar siklus I yang mengalami peningkatan yang menggembirakan, sebagaimana dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 3
Analisis Nilai Siklus I
No
Nilai
Banyak Siswa
Keterangan
1
95 – 100
1
Tuntas : 6

Blm Tuntas : 8 
2
85 – 94
1
3
75 – 84
4
4
65 – 74
6
5
55 – 64
2
6
45 – 54
0
7
35 – 44
0
Jumlah
14

Refleksi siklus I untuk mata pelajaran IPA materi tentang bagian tumbuhan dan fungsinya dengan menerapkan model pembelajaran bertukar pasangan maka berpengaruh positif mempengaruhi perolehan hasil prestasi siswa didik saat mengerjakan ulangan harian, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4, sebagai berikut :
Tabel 4
Refleksi Siklus I
No
Uraian
Siklus I
Refleksi
1.
Proses Pembelajaran
Setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan siswa terlihat antusias belajar sehingga tercipta suasana interaktif di kelas.
Ketepatan pemilihan model pembelajaran mata pelajaran IPA mampu mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.
Hasil Belajar
Nilai Terendah : 60
Nilai Tertinggi : 94.29   
Rata-rata : 74.0821
Terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar 12 %

Hasil Siklus II
Hasil belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan dengan dukungan peran aktif guru (peneliti) dalam menyampaikan materi ajar serta peran orang tua dalam memberikan motivasi untuk anaknya agar senantiasa belajar, sebagaimana yang tertera pada tabel 5 berikut ini :
Tabel 5
Analisis Nilai Siklus II
No
Nilai
Banyak Siswa
Keterangan
1
95 – 100
2
Tuntas : 11

Blm Tuntas : 8
2
85 – 94
4
3
75 – 84
6
4
65 – 74
7
5
55 – 64
0
6
45 – 54
0
7
35 – 44
0
Jumlah
14

Dalam refleksi siklus II terjadi peningkatan pada yaitu kemampuan berfikir lebih cepat bila dibandingkan dengan kondisi awal maupun siklus I, karena pada siklus II ini didukung dengan penggunaan alat peraga berupa gambar bentuk akar, batang dan daun sehingga siswa lebih tertarik dan antuasias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ada tabel 6 sebagai berikut :
Tabel 6
Refleksi Siklus II
No
Uraian
Siklus II
Refleksi
1.
Proses Pembelajaran
Keberhasilan dalam perolehan nilai ulangan harian ditunjang dengan pemanfaatan alat peraga
Antusias siswa dan Kemampuan berfikir lebih cepat bila dibandingkan siklus sebelumnya
2.
Hasil Belajar
Nilai terendah : 65.71
Nilai tertinggi : 100
Rata-rata : 83.26
Mengalami peningkatan nilai rata-rata mata pelajaran IPA

Hasil belajar atau prestasi siswa akan diperoleh setelah siswa menempuh proses atau pengalaman belajar karena itu merupakan suatu proses kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan proses kegiatan belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh alternatif metode mengajar yang digunakan guru. Proses pembelajaran yang dilakukan di Siklus II telah ditata dan diatur sedemikian rupa menurut langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan dan kompetensi dasar tercapai secara efektif.
Proses pembelajaran yang dituntut dalam kurikulum saat ini dipandang sebagai proses pembelajaran yang dapat mengoptimalkan seluruh aktivitas siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya. Menilai keberhasilan proses mengajar berarti pula mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran. Adapun hasil proses pembelajaran telah dipaparkan, sebagai berikut :

Tabel 7
Hasil Proses Pembelajaran
No.
Uraian
Hasil Pengamatan
1.
Kondisi Awal
Saat proses pembelajaran menggunakan metode ceramah, suasana kelas tidak nyaman
2.
Siklus I
Menggunakan penerapan model pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan dalam menumbuhkan motivasi dan antusias siswa dalam menghafal kegunaan akar, batang dan bentuk daun
3.
Siklus II
Siswa lebih aktif, kreatif serta termotivasi melakukan kegiatan penugasan dengan didukung alat peraga berupa ensiklopedia materi tentang struktur dan fungsi akar, batang, daun.

PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan suatu tindakan penelitian metode pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran konvensional (metode ceramah) dan hal itu dianggap kurang efektif maka dilakukan inisiatif perubahan ke arah yang lebih baik. Pada umumnya siswa sekolah dasar masih banyak membutuhkan perhatian karena kurang terfokus dalam konsentrasi, serta kurang memperhatikan kecepatan dan aktivitas belajar sehingga hal ini memerlukan kegigihan guru untuk menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan efektif.
Dengan dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) keberhasilan dalam pembelajaran itu ditunjukan oleh siswa dan guru. Salah satu keberhasilan dalam pembelajaran adalah faktor kemampuan guru didalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, selain itu materi pelajaran hendaknya disajikan dengan cara yang menarik, sehingga rasa ingin tahu siswa semakin meningkat.
Selama proses pembelajaran dalam kegiatan Penetian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti, dari kondisi awal, Siklus I maupun Siklus II mengalami peningkatan dari mulai hasil nilai, kreatifitas siswa maupun antusias siswa mengikuti kegiatan percobaan. Secara psikologi pada Siklus II siswa lebih percaya diri karena mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru serta adanya keberanian siswa untuk tampil di depan kelas mempresentasikan hasil kerjanya. Proses pembelajaran akan terbentuk berdasarkan pandangan dan pemahaman guru tentang pengertian dan hakikat belajar, agar proses pembelajaran efektif maka guru harus memahami bahwa tugas dan peranannya dalam mengajar harus berfungsi sebagai pembimbing, fasilitator dan nara sumber atau pemberi informasi. Proses pembelajaran yang dituntut dalam kurikulum saat ini dipandang sebagai proses pembelajaran yang dapat mengoptimalkan seluruh aktivitas siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya. Dalam pengembangan kreativitas siswa proses pembelajaran dapat diarahkan supaya siswa melakukan kegiatan kreativitas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, misalnya memecahkan permasalahan melalui permainan sehari-hari. Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Dalam hal ini, sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selasai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, sebagai umpan balik. Umpan balik ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk kelancaran pelaksanaan pelajaran selanjutnya.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa :
1.     Penerapan strategi pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa ;
2.     Perolehan rata-rata hasil belajar pada kondisi awal hanya 62 % dan setelah dilakukan tindakan perbaikan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) maka pada siklus I rata-rata hasil belajar IPA menjadi 74 %, sedangkan yang menggembirakan lagi adalah pada siklus II yaitu diperoleh hasil akhur rata-ratanya menjadi 83 %.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengharapkan kepada pembaca laporan ini untuk meningkatkan pembelajaran khususnya :
1.     Kepada guru hendaknya berusaha menciptakan kondisi siswa yang aktif dalam proses belajar mengajar salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan metode dan media secara optomal.
2.     Kepada siswa diharapkan mempunyai motivasi yang timbul dari diri sendiri sehingga dapat menumbuhkan kemampuan untuk memahami suatu permasalahan dalam mata pelajaran IPA yang akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar terutama dalam pelajaran IPA.
3.     Kepada petugas perpustakaan sekolah hendaknya menyebarluaskan dan mensosialisasikan hasil-hasil penelitian yang disimpan di perpustakaan kepada guru maupun siswa.
4.     Disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat mencari pokok bahasan yang berbeda atau bidang ilmu yang berbeda dalam menggunakan pembelajaran kooperatif teknik bertukar pasanganuntuk meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang akan datang dan pembelajaran teknik bertukar pasangan dapat dijadikan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat diterapkan disekolah sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA.


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Etin Solihatin. 2007. Coopertive Learning. Jakarta.
Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:UNESA UNIVERSITY PRESS.
Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Efektif Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung.
Lie, Anita. 2002. Cooperatif Learning. Jakarta: PT.Grasindi.
Lie, Anita. 2008. Cooperalitive Learning. Jakarta : PT Grasindo.
Muslimin, Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Unesa. Surabaya.
Nur, Mohamad. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif, edisi kedua. Surabaya:Universitas Negeri Surabaya Press.
Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning teori dan aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Jakarta.
Yudha M Saputra & Rudyanto, 2005. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Anak Tk.  Jakarta:DepDiknas, Dikti, Direktorat P2TK2PT.

Popular posts from this blog

SENI TARI TRADISIONAL PULAU SEMAU

Wahana Mencari Jodoh Hingga Memupuk Persaudaraan "Pulau Semau" di NTT_____; ''Li Ngae'' tak sekadar tarian tradisional yang dipentaskan untuk memeriahkan setiap seremoni adat Helong. Lebih dari itu, "Li Ngae" ternyata jadi wahana mencari jodoh bagi kawula muda suku Helong di Pulau Semau. SEIRING dengan perkembangan jaman, Tari "Li Ngae" pada era 1970-an sering dipentaskan pada seremoni adat Helong maupun setiap musim panen jagung. "Li Ngae" biasanya digelar oleh orang yang hasil panen jagung-nya melimpah. Itulah sebabnya Tarian Tradisional ini tergolong cukup mahal karena untuk menggelarnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

LUMUT (Pengertian, Ciri-ciri, Klasifikasi, Siklus dan Manfaat Lumut)

1. Pengertian Lumut (Bryophyta) Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah mendiami bumi semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Pada masa sekarang ini Bryophyta dapat ditemukan disemua habitat kecuali di laut (Gradstein,2003).

Seni Tari "Li Ngae" Kembali Dilestarikan Setelah Nyaris Ditelan Zaman

PAGELARAN FESTIVAL SENI TARI ''LI NGAE'' Di Pantai Otan Pulau Semau Setelah nyaris ditelan hiruk pikuk zaman, Li Ngae sebagai tarian khas suku etnis Helong, muncul kembali dalam sebuah pagelaran lomba di Pulau Semau. Nusa Bungtilu pun tersenyum melihat Li Ngae kembali dilestarikan anak-anaknya. Seperti apa ceritanya?