GUIDED INQUIRY
SEBAGAI METODE PEMBELAJARAN IPA MATERI ALAT PERNAFASAN MANUSIA DAN HEWAN BAGI
SISWA
ABSTRAK
Tujuan dari diadakannya Penelitian
Tindakan Kelas selama 4 bulan (Agustus-November 2012) adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui seorang guru dalam menyiapkan alat peraga yang akan
digunakan; 2) Untuk mengetahui cara menggunakan alat peraga IPA; 3) Untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan alat peraga IPA secara optimal
terhadap keberhasilan prestasi belajar mata pelajaran IPA; 4) Menjelaskan hubungan
antara kompetensi pembelajaran dengan penilaian hasil belajar IPA.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : 1)
Bagi guru untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat
peraga IPA secara optimal; 2) Bagi siswa untuk mendapatkan pemahaman secara
kongkrit; 3) Bagi peneliti, dapat mengembangkan dan menggunakan alat peraga IPA
secara optimal; 4) Bagi sekolah hasil penelitian tindakan kelas dapat dijadikan
masukan untuk perbaikan-perbaikan pendidikan di masa mendatang.
Mata pelajaran IPA, materi tentang alat pernafasan
manusia dan hewan, supaya lebih menarik maka peneliti menggunakan metode
inkuiri terbimbing dengan kegiatan pembelajaran yang
menekankankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Dalam
sistem belajar ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang
final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencapai dan menemukan sendiri
dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Hasil belajar dengan
cara ini lebih mudah dihafal dan diingat, mudah ditransfer untuk memecahkan
masalah. Prosentase ketuntasan hasil belajar siswa
mengalami perubahan yang menuju peningkatan 39 % yaitu sebelumnya pada siklus
awal hanya mencapai 18 % setelah dilakukan tindakan penelitian pada siklus I
dengan menggunakan metode guided inquiry
diperoleh prosentase ketuntasan hasil belajar 36 %, dan hasil akhir pada siklus
II setelah dilakukan pemanfaatan media pembelajaran dalam materi alat
pernafasan manusia dan hewan, maka berpengaruh positif terhadap peningkatan
prosentase ketuntasan hasil belajar ipa menjadi 57 %.
Kata
Kunci : Metode Guided Inquiry. Materi
Alat Pernafasan Manusia dan Hewan.
PENDAHULUAN
Pelaksanaan
pembelajaran IPA dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui
pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA telah dirumuskan dalam kurikulum
yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di
Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum
KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang
ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah
pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan
pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Inkuiri
merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada aktifitas dan pemberian
pengalaman belajar secara langsung pada siswa. Pembelajaran berbasis inkuiri
ini akan membawa dampak belajar bagi perkembangan mental positif siswa, sebab
melalui pembelajaran ini, siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari
dan menemukan sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran yang
bersifat abstrak. Ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA meliputi
ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat
melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk
menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan
teori-teori baru. Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA yang dapat
mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Pembelajaran merupakan kegiatan
investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan
investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari
kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman
konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif.
Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi
dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing
berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan
sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat
IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan
produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta
pengembangan sikap ilmiah. Guru sebagai faktor utama keberhasilan pengajaran
dituntut kemampuannya untuk dapat menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa
dengan baik, untuk itu guru perlu mendapatkan pengetahuan tentang bahan
pelajaran serta cara menggunakan alat peraga yang dapat digunakan dalam
mengajarkan bahan pelajaran secara tepat. Walaupun guru sudah mendapat
pengetahuan tentang bahan pelajaran, kelengkapan alat peraga yang memadai akan
tetapi dalam penggunaannya belum bisa secara optimal, sehingga hasilnya pun
belum sesuai dengan apa yang diharapkan kita bersama. Hal ini keterbatasan
waktu, biaya dan tenaga ditambah lagi dengan keengganan guru dalam menggunakan
alat peraga.
Berdasarkan
permasalahan tersebut di atas, maka masalah yang diteliti dan dikembangkan
adalah : 1) Bagaimana cara menyiapkan alat peraga ? 2) Bagaimana cara
menggunakan alat peraga IPA secara optimal ? 3) Bagaimana cara untuk
menghilangkan keengganan guru dalam menggunakan alat peraga ?
Tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui seorang guru dalam menyiapkan alat peraga
yang akan digunakan; 2) Untuk mengetahui cara menggunakan alat peraga IPA; 3) Untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan alat peraga IPA secara optimal
terhadap keberhasilan prestasi belajar mata pelajaran IPA; 4) Menjelaskan hubungan antara kompetensi
pembelajaran dengan penilaian hasil belajar IPA.
Manfaat diadakan penelitian ini
adalah : 1) Bagi guru untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
menggunakan alat peraga IPA secara optimal; 2) Bagi siswa untuk mendapatkan
pemahaman secara kongkrit; 3) Bagi peneliti, dapat mengembangkan dan
menggunakan alat peraga IPA secara optimal; 4) Bagi sekolah hasil penelitian
tindakan kelas dapat dijadikan masukan untuk perbaikan-perbaikan pendidikan di
masa mendatang.
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
Keterbatasan
guru dalam bidang pengetahuan ilmiah dan perasaan kurang percaya diri untuk
mengajar IPA merupakan kendala yang lain. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru
SD merupakan guru kelas yang mengajar beberapa mata pelajaran (high workload).
Persepsi guru terhadap IPA juga sangat menentukan pembelajaran IPA. Guru yang
memandang IPA sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau teori belaka menyebabkan
pembelajaran IPA yang kurang bermakna. Walaupun guru memegang kuat komitmen
untuk mendidik siswa dan memandang bahwa siswa perlu belajar IPA, guru menjadi
kurang antusias dan tidak yakin akan kemampuan mereka dalam pembelajaran IPA.
Hal ini kurang menstimulasi siswa untuk belajar secara aktif (Dickinson, 1997).
Sains menurut Depdiknas (2007:3) adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena
di alam semesta. Sains memperoleh kebenaran tentang fakta dan fenomena alam
melalui kegiatan empirik yang dapat diperoleh melalui eksperimen laboratorium
atau alam bebas. Trianto (2007:102) IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir
dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu : 1) Kemampuan
mengetahui yang diamati; 2) kemampuan memprediksi apa yang belum diamati dan
kemampuan untuk menguji tindak lanjut dari hasil eksperimen dan; 3)
dikembangkannya sikap ilmiah.
Menempatkan
siswa pada pusat poses pembelajaran berarti memberikan kesempatan bagi siswa
untuk mengonstruksi hal yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang
diketahuinya dan menginterpretasi konsep, bukan memberikan informasi melalui
buku teks (Dickinson, 1997). Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU
No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara
mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967:22) dalam M. Ibrahim
& M Nur (2000). Metoda mengajar tradisional dengan pendekatan ekspositori
sebaiknya mulai dikurangi. Guru yang hanya men-transmisi pengetahuan kurang
menstimulasi siswa untuk belajar secara aktif. Hal ini bukan berarti bahwa
metoda ceramah tidak baik, atau siswa tidak mengalami proses belajar. Variasi proses
pembelajaran lebih memicu siswa untuk aktif belajar (Rodriguez, 2001). Belajar
merupakan proses aktif (Rodriguez, 2001). Anak belajar dengan cara
mengonstruksi hal yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang diketahuinya,
bukan menerima suatu hal dengan pasif. Pengertian ini berakar dari perspektif
konstruktivisma. Konstruktivisma sendiri banyak dijumpai di berbagai bidang
antara lain psikologi, filosofi, sosiologi, dan pendidikan, serta menimbulkan
implikasi yang berarti dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran adalah usaha guru untuk membentuk tingkah laku dan pola pikir anak didik ke arah positif.
Sedangkan pengajaran
dimaknai sebagai proses, cara mengajarkan atau menyampaikan materi. Sehingga
kegiatan belajar mengajar berpusat pada guru, guru menyampaikan materi kepada
siswa dan siswa menjadi penerima materi. Belajar
efektif dengan melakukan ”aktivitas” (learning by doing). Meskipun
demikian, esensi ”aktivitas” dalam pembelajaran IPA adalah ”aktivitas belajar”
(M Fleer, 2007). Dalam prakteknya tidak jarang bahwa ”aktivitas” (hands-on
science) itu sendiri tidak disertai dengan belajar (Bodrova and Leong,
2007).
M. Ngalimin Purwanto (2001:44)
mengemukakan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk
pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau yang
mengakibatkan perubahan input secara fungsional. Menurut Mulyono Abdurrahman
(1993) dalam Nana Sudjana (2001:31)
hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang
berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan
pembelajaran atau kegiatan instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih
dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuantujuan instruksional. Winkel (2004) dalam Muhammad Thobroni (2011:53),
mendefinisikan hasil belajar sebagai perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada
taksonomi bloom (aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik). Menurut Patta
Bundu (2004:17), hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa
dalam mengikuti program belajarmengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek
kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, aspek afektif
berkaitan dengan penguasaan nilai-nilai atau sikap yang dimiliki siswa sebagai
hasil belajar, sedangkan aspek psikomotorik yaitu berkaitan dengan
keterampilan-keterampilan motorik yang dimiliki oleh siswa.
Menurut Muhibbin Syah (2001:82), aspek
psikologis siswa yang terpenting adalah aspek kognitif. Aspek kejiwaan yang
berkedudukan pada otak ini dalam prespektif psikologi kognitif, merupakan
sumber sekaligus pengendali aspek afektif dan psikomotorik. Tidak seperti
organ-organ tubuh lainnya, organ otak sebagai tempat fungsi kognitif bukan
hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga pengontrol
aktivitas perasaan dan perbuatan. Tanpa aspek kognitif, sulit bagi seorang
siswa untuk dapat berpikir. Tanpa adanya kemampuan berpikir maka siswa tidak
pernah dapat memahami materi-materi yang disajikan dan mengambil pesan-pesan
moral yang terkandung dalam materi-materi pelajaran. Menurut B. Suryobroto
(2002), menyatakan bahwa hal yang paling mendasar yang dituntut dalam
proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa
ataupun dengan siswa itu sendiri. Sumaji
(2003:41) dalam Hendrawan Doni
(2008), memandang bahwa hasil belajar IPA terdiri dari dua aspek yakni aspek
kognitif dan nonkognitif. Aspek kognitif yaitu berkaitan dengan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan intelektual lainnya, sedangkan aspek nonkognitif
erat kaitannya dengan sikap, emosi (afektif), serta keterampilan fisik atau
kerja otot (psikomotorik). Jika ditelaah dari hakikat IPA sendiri, maka hasil
belajar IPA dilihat dari segi produk, proses, dan sikap. Segi produk, siswa
diharapkan mampu menguasai konsep-konsep IPA. Hasil belajar itu dapat berupa
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diklasifikasikan ke dalam
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif mencakup
kemampuan berpikir, termasuk kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Aspek afektif mencakup watak
perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Aspek psikomotorik
mencakup imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
Hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, abilitas, dan keterampilan. Hasil belajar bukan hanya suatu
penguasaan hasil latihan saja, melainkan mengubah perilaku. (Oemar Hamalik,
2006:31).
Menurut B.Suryosubroto (2002:201)
tujuan digunakannya metode inquiry adalah : 1) Meningkatkan keterlibatan
siswa dalam menemukan dan memproses bahan pelajarannya; 2) Mengurangi
ketergantungan siswa pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya; 3) Mengembangkan
dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Guru menggunakan metode inquiry sewaktu
mengajar memiliki tujuan agar siswa terangsang oleh tugas, dan aktif mencari
serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan
mereka belajar bersama dalam kelompok. Diharapkan juga siswa mampu mengemukakan
pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya. Juga mereka diharapkan dapat
berdebat, menyanggah dan mempertahankan pendapatnya. Inquiry mengandung
proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah,
merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data dan
menganalisa data, menarik kesimpulan. Menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat
ingin tahu, terbuka, dan sebagainya (Roestiyah (2008:76). Carin
dan Sund dalam Hendrawan Doni
(2008:36) berpendapat bahwa pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri
induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan
masalah. Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru
menyediakan unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar
membuat generalisasi, menurut Wina Sanjaya (2008:20) pembelajaran inkuiri
terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya
guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Hendrawan Doni (2008) bahwa guru yang memiliki kompetensi professional mengajar
dan pedagogik akan mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
pembelajaran secara sinergis, kemampuan ini diperlukan supaya pembelajaran yang
dilakukan terarah dan tujuan pembelajaran dapat dicapai. Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan
kegiatan inquiry dimana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber
dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah
tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru.
Menurut
Mohammad Jauhar (2011), salah satu jenis pendekatan inquiry adalah
pendekatan inquiry terbimbing. Pada metode inquiry terbimbing,
siswa dibimbing untuk sampai pada penemuan konsep sendiri, tetapi konsep itu
tidak mesti telah diketahui oleh guru. Dalam metode inquiry yang lebih
dipentingkan adalah proses penemuannya atau cara menemukan, sedangkan hasil itu
nomor dua. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa esensi dari pengajaran inquiry adalah
menata lingkungan atau suasana belajar yang berfokus pada siswa dengan
memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip ilmiah. Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan
salah satu metode inquiry dimana guru menyediakan materi atau bahan dan
permasalahan untuk penyelidikan. Dalam proses pembelajaran dengan metode
inkuiri terbimbing (guided inquiry), siswa dituntut untuk
menemukan konsep melalui petunjuk-petunjuk seperlunya dari seorang guru.
Petunjuk-petunjuk itu pada umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
membimbing. Metode inkuiri terbimbing biasanya digunakan bagi siswa-siswa yang
belum berpengalaman belajar dengan menggunakan metode inquiry. Pada
tahap permulaan diberikan lebih banyak bimbingan, sedikit demi sedikit
bimbingan itu dikurangi bahwa dalam usaha menemukan suatu konsep siswa
memerlukan bimbingan bahkan memerlukan pertolongan guru setapak demi setapak.
Siswa memerlukan bantuan untuk mengembangkan kemampuannya memahami pengetahuan
baru. (M. Ngalimin Purwanto, 2010). Sedangkan W. Gulo (2002:93) dalam Gusti Ayu Suarsani (2011)
menyatakan bahwa pada hakikatnya inquiry merupakan suatu proses. Semua
tahap dalam proses pelaksanaan metode inquiry merupakan kegiatan belajar
dari siswa. Guru berperan untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut pada
proses belajar sebagai motivator, fasilitator, dan pengarah.
Model Inkuiri memiliki
keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan model-model pembelajaran lain. Keunggulan model inkuiri menurut Gusti Ayu
Suarsani (2011:54) :
a.
Membantu
peserta didik untuk mengembangkan kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam
proses kognitif;
b.
Peserta didik
memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan
mengendap dalam pikirannya;
c.
Dapat
membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk belajar lebih
giat lagi;
d.
Memberikan
peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat
masing-masing;
e.
Memperkuat dan
menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena
pembelajaran berpusat pada peserta dengan peran guru yang sangat terbatas.
Sedangkan kekurangan metode inquiry
adalah :
a) Tidak sesuai untuk kelas yang besar
jumlah siswanya;
b) Memerlukan fasilitas yang memadai;
c) Sangat sulit mengubah cara belajar
siswa dari kebiasaan menerima informasi dari guru menjadi aktif mencari dan menemukan
sendiri;
d) Kebebasan yang diberikan kepada siswa
tidak selamanya dapat dimanfaatkan secara optimal, kadang siswa malah
kebingungan memanfaatkannya.
Alat-alat pernapasan pada manusia
terdiri dari rongga hidung, pangkal tenggorok, tenggorok (trakea), dan
paru-paru. Proses pernapasan pada manusia dari rongga hidung, udara masuk
ke tenggorokan yang memiliki fungsi sebagai tempat lewatnya udara
pernapasan. Masuk dan keluarnya udara pernapasan yang disebabkan oleh naik
dan turunnya tulang rusuk disebut pernapasan dada. Sedangkan masuk
dan keluarnya udara pernapasan karena mendatar dan melengkungnya
diafragma disebut pernapasan perut. Hewan memiliki alat pernapasan,
ada beberapa jenis alat pernapasan pada hewan yang tentunya berbeda satu
dan lainnya. Kucing, sapi, dan kerbau bernapas dengan paru-paru
sedangkan sebagian besar jenis ikan bernapas dengan insang. Lain halnya
dengan serangga yang bernapas dengan trakea. Ikan bernapas dengan
menggunakan insang. Alat pernapasan ikan ini terdapat di sebalah kanan dan
kiri kepalanya serta dilindungi oleh tutup insang. Burung bernapas dengan
paru-paru. Pernapasan pada burung dibantu oleh pundi-pundi (kantong)
udara. Pundi-pundi udara ini merupakan alat bantu pernapasan, terutama pada
saat terbang. Pada saat terbang, burung menyimpan udara di dalam
pundi-pundi. Cacing bernapas dengan permukaan kulitnya. Udara yang berada
di sekitar cacing, yaitu berupa oksigen akan masuk ke dalam tubuh cacing
melalui permukaan kulitnya yang lembap. Kulit yang lembap ini selain
mempermudah masuknya oksigen ke dalam tubuh, juga memudahkan keluarnya
karbon dioksida yang merupakan zat sisa pernapasan.
Kerangka Berpikir
Dengan
alokasi waktu selama 4 bulan (Agustus-November) pada semester I Tahun pelajaran
2013/2014 melakukan penelitian dalam memberikan materi alat pernafasan manusia
dan hewan bagi siswa kelas V SD Negeri 1 Pilang perlu dilakukan bimbingan
secara bertahap dan sistematis sehingga perolehan hasil belajar sesuai yang
diharapkan.
Pada skema
pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berdasarkan skema kerangka berfikir
tersebut di atas, untuk memberikan pedoman tahapan pembelajaran yang diserap
siswa dengan langkah-langkah antara lain : 1) Pada
siklus awal hasil belajar IPA materi tentang alat pernafasan manusia dan hewan
pada semester I Tahun pelajaran 2013/2014 masih rendah, dikarenakan peneliti
masih menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi dan dirasa kurang
maksimal sehingga belum ada peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa. 2)
Pelaksanaan
Siklus I dilakukan perubahan yang lebih baik dengan cara merancang penggunaan
metode inkuiri terbimbing pada mata pelajaran IPA, dengan
harapan menghidupkan perhatian imajinasi sehingga tercipta suasana kelas yang
interaktif antar guru dengan siswa. Selama pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar kegaduhan kelas mulai berkurang, tetapi masih ada kekurangan, yaitu
aktivitas siswa tidak merata, kerjasama kelompok sebagaian ada yang belum
kompak. Perubahan metode
pembelajaran IPA dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing, yang bertujuan
agar siswa terangsang oleh tugas, aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan
masalah, serta menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka. 3) Tindak
lanjut pada siklus II didukung alat peraga IPA materi alat pernafasan manusia
dan hewan. Siswa mulai termotivasi untuk belajar, siswa secara aktif
dan penuh kesungguhan mengerjakan tugas yang diberikan guru, bila diberi
kesempatan untuk mempresentasikan
hasil kerjanya maka terlihat siswa berlomba-lomba mengacungkan jari, siswa mulai
berani tampil di depan kelas.
METODE PENELITIAN
Dalam
peneletian waktu yang dilakukan peneliti adalah pada bulan Agustus sampai
dengan November 2013. Pada bulan Agustus dilakukan peneliti untuk menyusun
proposal, pada bulan September sampai dengan Oktober peneliti melakukan
penyusunan instrumen dan pengumpulan data dengan melakukan tindakan, siklus
kesatu dan kedua dilanjutkan dengan menganalisis data, pada bulan November
digunakan peneliti untuk menyusun laporan hasil penelitian.
Dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) selama 4 bulan pada semester I Tahun pelajaran
2013/2014 maka subyek penelitian yang dipakai adalah siswa SD. Untuk
mendapatkan hasil penelitian, maka data yang diolah adalah : 1) Sumber data
primer diperoleh dengan kolaborasi teman sejawat dan dengan pemberian metode quided inquiry dalam pembelajaran mata
pelajaran IPA sehingga hasil belajar dapat meningkat dalam setiap siklus yang
ditunjang dengan alokasi waktu memadai dan alokasi dana; 2) Sumber data
sekunder yang diperoleh dengan cara studi pustaka, yaitu melalui litelatur dari
buku dan jurnal penelitian yang kemudian data tersebut diolah secara
diskriptif.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
ada dua yaitu instrumen tes hasil belajar dan instrumen non tes berupa lembar
observasi dan angket yang digunakan sebagai alat pengumpul data terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing sesuai dengan RPP dan
skenario pembelajaran yang telah dibuat.
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini diolah dengan analisis deskriptif kuantitatif
berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap siklus. Data
dikumpulkan dari hasil observasi rekan guru dengan menggunakan lembar observasi
yang tersedia, dan dari tes hasil belajar (pretes dan postes) pada saat
pelaksanaan tindakan selama 2 siklus, serta refleksi diri yang dilakukan guru
terhadap kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan sebanyak 2 siklus.
Prosedur
penelitian langkahnya sebagai berikut :
1) Perencanaan (Planning) Pada tahap perencanaan dilakukan
pengamatan atau observasi langsung pada proses pembelajaran IPA khususnya
kemampuan menyelesaikan tugas kelompok yang ditugaskan, selain itu dilakukan :
a.
Penyusunan
Rencana Pembelajaran (RP)
b.
Penyusunan
rencana pembentukan kelompok
c.
Menyiapkan
Instrumen observasi
2)
Pelaksanaan
Tindakan (Acting)
Dalam pelaksanaan tindakan sebelumnya
siswa menyiapkan ruang kelas dan menatanya sehingga kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan baik. Selama pelaksanaan tindakan penulis memikirkan cara untuk
memecahkan masalah yang ada dengan cara mencari solusi apa yang tepat digunakan
untuk meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa
3)
Pengamatan
(Observing)
Observasi Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dengan menemui siswa yang mengalami kesulitan menjawab soal, sehingga
diharapkan dapat memberikan bimbingan secara interaktif dan siswa dapat
termotivasi belajar demi memperoleh nilai rata-rata baik pada mata pelajaran
IPA. Observasi dilakukan jika data yang diperoleh kurang merefleksikan
informasi yang diinginkan dan format observasi hendaknya dituntut sedikit
mungkin pencatatan dari pengamat.
4)
Refleksi
(Reflecting)
Refleksi digunakan untuk merencanakan
tindakan selanjutnya. Bahan refleksi didapat dari hasil observasi terhadap data
tes dan proses setiap siklus. Refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
efektivitas pelaksanaan tindakan pada tiap siklus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tindakan
Prosentase ketuntasan hasil belajar
IPA pada siklus awal hanya mencapai 17,8 % karena hanya 5 siswa yang mencapai
nilai tuntas nasional dan setelah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas maka pada
siklus I mencapai 35,7 % akan tetapi karena dirasa peneliti masih kurang
maksimal maka perlu dilakukan tindakan siklus II sehingga mampu mencapai
ketuntasan 57,14 % karena ada 16 siswa yang memperoleh nilai tuntas. Berikut
ini dijabarkan tabel 1 tentang ketuntasan hasil belajar IPA :
Tabel 1
Ketuntasan Hasil Belajar
No
|
Siklus
|
Hasil
Belajar
|
Hasil
Belajar
|
||
Tuntas
|
Jumlah
Siswa
|
Belum
Tuntas
|
Jumlah
Siswa
|
||
1
|
Siklus Awal
|
17,8 %
|
5
|
82,1 %
|
23
|
2
|
Siklus I
|
35,7 %
|
10
|
64,3 %
|
18
|
3
|
Siklus II
|
57,14 %
|
16
|
42,85 %
|
12
|
Refleksi
siklus awal pembelajaran untuk mata pelajaran IPA materi tentang alat
pernafasan manusia dan hewan untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2,
sebagai berikut :
Tabel 2
Refleksi
Siklus Awal
No
|
Uraian
|
Refleksi
|
Keterangan
|
1.
|
Proses
Pembelajaran Siklus Awal
|
1.
Proses pembelajaran didominasi metode
ceramah, menyebabkan pembelajaran IPA kurang bermakna;
2.
Tingkat
keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA masih kurang.
|
Diperlukan variasi metode pembelajaran
|
2.
|
Hasil
Belajar
|
Rata-rata siklus awal
: 60
Prosentase nilai
tuntas : 18 %
Prosentase nilai belum
tuntas : 82 %
|
Dilakukan Penelitian
Tindakan Kelas
|
Refleksi
siklus I pembelajaran untuk mata pelajaran IPA materi tentang alat pernafasan manusia
dan hewan setelah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas, maka untuk lebih jelas
dilihat pada tabel 3 berikut ini :
Tabel 3
Refleksi
Siklus I
No
|
Uraian
|
Refleksi
|
Keterangan
|
1.
|
Proses
Pembelajaran Siklus I
|
1.
Pembelajaran
inkuiri diharapkan siswa secara maksimal terlibat langsung dalam proses
kegiatan belajar.
2.
Pembelajaran
inkuiri diperlukan guru yang memiliki kompetensi professional mengajar dan
kompetensi pedagogik yang baik
|
Pada siklus selanjutnya proses pembelajaran perlu
didukung dengan penggunaan alat peraga dan media sebagai sumber belajar
|
2.
|
Hasil
Belajar
|
Rata-rata siklus I :
68,96
Prosentase tuntas : 36
%
Prosentase belum
tuntas : 64 %
|
Peningkatan hasil
belajar pada siklus selanjutkan diharapkan lebih baik
|
Keberhasilan yang diraih pada siklus II
tidak terlepas dari kerjasama berbagai pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Refleksi siklus II pembelajaran untuk mata pelajaran IPA dinilai meningkat
dalam proses pembelajaran dan hasil belajar, karena siswa kelas V SD Negeri 1
Pilang lebih termotivasi belajar dan untuk lebih jelas dipaparkan pada tabel 4
berikut :
Tabel 4
Refleksi
Siklus II
No
|
Uraian
|
Refleksi
|
Keterangan
|
1.
|
Proses
Pembelajaran Siklus II
|
1.
Pengunaan
alat peraga IPA
2.
Antusias
dan motivasi siswa belajar semakin meningkat
|
Proses pembelajaran siklus II berjalan kondusif
|
2.
|
Hasil
Belajar
|
Rata-rata siklus II :
76,11
Prosentase nilai
tuntas : 57 %
Prosentase nilai belum
tuntas : 43 %
|
Peningkatan hasil
belajar pada siklus akhir
|
PEMBAHASAN
Keterbatasan
sumber belajar akan berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran. Dengan
keterbatasan sumber belajar tentunya akan sangat menghambat peserta didik dalam
memperoleh pengetahuan. Semakin sedikit sumber belajar yang ada maka akan
semakin sedikit pula pengetahuan yang diperoleh siswa. Pembelajaran dengan
memanfaatkan media dan alat peraga memiliki banyak sekali manfaat diantara
pembelajaran akan lebih bermakna, karena siswa dihadapkan pada kenyataan yang
ada, perolehan pengetahuan akan lebih lama tertanam pada diri siswa,
pembelajaran akan lebih mengaktifkan siswa, karena siswa dapat langsung
mengamati apa yang ada di alam, siswa juga akan lebih termotivasi dalam belajar
yang pada akhirnya nanti akan berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif IPA.
Pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) diterapkan
agar para siswa bebas mengembangkan konsep yang mereka pelajari. Mereka diberi
kesempatan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi secara berkelompok, di
dalam kelas mereka diajarkan berinteraksi sosial dengan kawan sebayanya untuk
saling bertukar informasi antar kelompok. Inkuiri terbimbing (guided inquiry)
masih memegang peranan guru dalam memilih topik atau bahasan, pertanyaan dan
menyediakan materi, akan tetapi siswa diharuskan untuk mendesain atau merancang
penyelidikan, menganalisa hasil, dan sampai pada kesimpulan. Inkuiri terbimbing
(guided inquiry) merupakan sebuah metode yang berfokus pada proses
berpikir yang membangun pengalaman oleh keterlibatan siswa secara aktif dalam
pembelajaran. Siswa belajar dengan membangun pemahaman mereka sendiri
berdasarkan pengalaman-pengalaman dan apa yang telah mereka tahu. Inkuiri
terbimbing (guided inquiry) dimana siswa diberikan kesempatan untuk
bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara
mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang,
guru hanya berperan sebagai fasilitator. Proses
pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry, memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan
masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek belajar. Peranan utama
guru dengan pembelajaran metode inquiry adalah sebagai fasilitator dan
pembimbing. Pada inquiry guru tidak lagi berperan sebagai pemberi
informasi dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana
pembelajaran atau langkah-langkah percobaan. Siswa melakukan percobaan atau
penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil perbaikan pembelajaran
yang telah dilaksanakan, Maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) berlangsung 4 bulan maka prosentase ketuntasan hasil
belajar siswa mengalami peningkatan 39 % yaitu sebelumnya pada siklus awal
hanya mencapai 18 % setelah dilakukan tindakan penelitian pada siklus I dengan
menggunakan metode guided inquiry
diperoleh prosentase ketuntasan hasil belajar 36 %, dan hasil akhir pada siklus
II setelah dilakukan pemanfaatan media pembelajaran maka berpengaruh positif
terhadap peningkatan prosentase ketuntasan hasil belajar ipa menjadi 57 %.
2.
Mata
pelajaran IPA bagi kelas V semester I Tahun ajaran 2013/2014 materi tentang
alat pernafasan manusia dan hewan, supaya lebih menarik maka peneliti
menggunakan metode inkuiri terbimbing dengan kegiatan
pembelajaran yang menekankankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan.
3.
Menambah
pengalaman dan pengetahuan sehingga siswa
lebih mudah memahami konsep-konsep dasar
pelajaran IPA.
Dengan memahami
konsep dasar mata
pelajaran IPA dengan benar,
siswa dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari baik sekarang
maupun yang akan datang.
Saran
Berdasarkan kesimpulan
diatas, penulis
mengharapkan kepada pembaca laporan ini untuk meningkatkan pembelajaran
khususnya :
1. Saran yang diberikan peneliti kepada
guru yaitu untuk melatih siswa bersikap ilmiah, memancing respon siswa terhadap
masalah, menjadi fasilitator dalam presentasi dan memberikan bimbingan secara
intensif pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing.
2. Bagi siswa agar mengembangkan sikap
ilmiah, menumbuhkan motivasi dan terbiasa membaca dan memecahkan masalah yang
berhubungan dengan materi pembelajaran yang diberikan guru.
3. Bagi lembaga pendidikan hendaknya
melengkapi sarana dan prasarana serta sumber belajar untuk mendukug penerapan
metode inkuiri terbimbing.
4. Bagi peneliti lain untuk mengkaji
lebih dalam tentang metode inkuiri terbimbing sehingga penerapan metode inkuiri
terbimbing dapat terlaksana dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Bodrova, E., & Leong, D. J. 2007. Tools of the
mind: The Vygotskian approach to early childhood education (2 ed). Upper
Saddle River, N.J.: Pearson Merrill/Prentice Hall.
BSNP. 2006. Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta : BSNP.
Bundu, Patta. 2004. Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap
Ilmiah. Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2007. Naskah Akademik:
Kajian-Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Dimyati
dan Mudjiono. 2002. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta : Rineksa Cipta.
Djojosoediro, W. 2012. Kurikulum
IPA SD (KTSP). Diperoleh 5 Desember 2012, dari
http://tpardede.wikispaces.com/file/view/ipa_unit_2_original. pdf.
Doni, Hendrawan. 2008. Penerapan Model Penemuan Terbimbing untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Pencapaian Kompetensi Belajar Siswa. Tesis
Pascasarjana Teknologi Pendidikan Universitas Lampung : Tidak diterbitkan.
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar
Mengajar. Bandung.
Penerbit : Bumi Aksara.
Ibrahim, M. & Nur, M. 2000. Pembelajaran
Berdasarkan Masalah : Surabaya : Unesa-University Press.
Jauhar, Mohammad. 2011. Implementasi
Paikem Dari Behavioristik Sampai Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Purwanto,
M. Ngalimin. 2001. Belajar dan
Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Rodriguez, A. J. 2001. Sociocultural constructivism, courage, and the researcher's gaze:
Redefining our roles as cultural warriors for social change. In A. C.
Barton & M.
Roetiyah. 1986. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta. Bina Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum
dan Pembelajaran : Teori dan
Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Suarsani, Gusti Ayu. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMA PGRI Gianyar 3
Ubud. Tesis (tidak diterbitkan).
Singaraja:Undiksha
Sudjana, Nana. 1990. Cara
Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar
Baru.
Sugiyono. 2011. Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Suryosubroto, B. 2002. Proses
Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Thobroni, Muhammad. 2011. Belajar Dan
Pembelajaran:Pengembangan Wacana Dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan
Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Trianto. 2007. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta : Prestasi Pustakarya.
Witharsa, Ramadhan. 2011. Analisis Kemampuan Inkuiri Guru Yang Sudah
Tersertifikasi dan Yang Belum tersertifikasi Dalam Pembelajaran Sains di SD.